Apa
itu limbah pangan?
Secara garis besar, limbah dapat dibedakan menjadi
tiga jenis, pertama limbah organik, terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan
dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan,
peternakan, rumah tangga, industri dll., yang secara alami mudah terurai (oleh
aktivitas mikroorganisme). Kedua, limbah anorganik, berasal dari umber daya alam tak terbarui seperti mineral
dan minyak bumi, atau hasil samping proses industri. Limbah anorganik tidak
mudah hancur/lapuk. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan bahkan tidak
dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam
waktu yang sangat lama. Ketiga, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3),
merupakan sisa suatu usaha yang mengandung bahan berbahaya/beracun, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan dan embahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lainnya. (http://www.sinarharapan.co.id)
Pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan cara
pengurangan sumber source reduction),
penggunaan kembali, pemanfaatan (recycling), pengolahan (treatment)
dan pembuangan. Banyak jenis limbah dapat dimanfaatkan kembali melalui daur
ulang atau dikonversikan ke produk lain yang berguna. Limbah yang dapat
dikonversikan ke produk lain, misalnya limbah dari industri pangan. Limbah tersebut
biasanya masih mengandung: serat, karbohidrat, protein, lemak, asam organik,
dan mineral, sehingga dapat mengalami perubahan secara s dan dapat dikonversikan
ke produk lain seperti: energi, pangan, pakan, dan lain-lain. (http://www.menlh.go.id).
Limbah industri menjadi salah satu bagian lingkungan
yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, apalagi limbah industri
rumah tangga yang secara umum belum dikelola dengan baik. Jika penanganan
limbah yang dihasilkan industri seperti industri rumah tangga tidak tepat, maka
limbah dapat menurunkan kualitas dari lingkungan sekitarnya dan akhirnya dapat
merugikan ekosistem. Oleh karena itulah maka pengelolaan limbah industri rumah
tangga menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan dan tidak bisa dihindari
oleh para pemilik dan pengelola industri. Pada dasarnya, limbah adalah bahan
yang terbuang atau dibuang dari hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang
belum memiliki nilai ekonomis Tingginya produksi limbah industri terjadi akibat
perkembangan industrialisasi.
Perkembangan industri di Indonesia saat ini
menunjukkan terjadinya kemajuan pesat dibidang ekonomi. Perkembangan ini tidak
hanya terjadi di skala industri besar tetapi juga terus merambah sampai di
tingkat industri kecil seperti industri rumah tangga (home industry).
Dampak yang ditimbulkan pun beragam mulai dari dampak positif seperti
peningkatan pendapatan keluarga dan penyerapan tenaga kerja, serta dampak negative
berupa meningkatnya jumlah limbah. Salah satu limbah industri rumah tangga
bidang pangan yang banyak ditemukan adalah limbah pengolahan tahu. limbah tahu
berkorelasi dengan kebiasaan makan masyarakat Indonesia yang mengandalkan
sumber protein nabati dari kacang-kacangan terutama kedele dan hasil olahnya
seperti tahu dan tempe yang sama-sama menghasilkan limbah pangan.
2. Jenis Limbah Tahu
1) Limbah
Padat
Limbah padat (ampas tahu) merupakan hasil sisa
perasan bubur kedelai. Ampas ini mempunyai sifat cepat basi dan berbau tidak
sedap kalau tidak segera ditangani dengan cepat. Ampas tahu akan mulai menimbulkan
bau yang tidak sedap 12 jam setelah dihasilkan. (Lies Suprapti, 2005). Limbah
padat atau disebut ampas yang dihasilkan belum dirasakan memberikan dampak
negatif terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak
sapi, serta dibuat produk makanan yang bermanfaat meskipun masih sangat
terbatas yaitu menjadi tempe gembus. Pemanfaatan menjadi tempe gembus dapat dilakukan
karena limbah tahu termasuk dalam limbah s yang merupakan sumber bahan organik
terutama karbon, dalam bentuk karbohidrat dan bahan berguna lainnya yaitu
protein, lemak, vitamin dan mineral (Kasmidjo, 1991). Ampas tahu masih layak
dijadikan bahan pangan karena masih mengandung protein sekitar 5%. Oleh karena
itu pemanfaatan ampas tahu menjadi produk pangan masih terus dikembangkan,
diantaranya adalah pembuatan kecap ampas tahu yang diperoleh melalui proses fermentasi
ampas tahu. (Pusbangtepa, 1989).
2) Limbah
Cair
Limbah cair tahu adalah limbah yang ditimbulkan
dalam proses pembuatan tahu dan berbentuk cairan. Limbah cair mengandung
padatan tersuspensi maupun terlarut yang akan mengalami perubahan fisika, kimia
dan s yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya
kuman dimana kuman tersebut dapat berupa kuman penyakit ataupun kuman yang
merugikan baik pada tahu sendiri maupun tubuh manusia. Selain itu, limbah cair
yang berasaldari industri tahu merupakan masalah serius dalam pencemaran lingkungan,
karena menimbulkan bau busuk dan pencemaran sumber air. Limbah cair akan
mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang disungai akan menyebabkan tercemarnya
sungai tersebut. Limbah cair : sisa air tahu yang tidak menggumpal, potongan
tahu yang hancur pada saat proses karena kurang sempurnanya proses
penggumpalan. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun
terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia dan . (www.menlh.go.id).
3. Cara memanfaatkan limbah tahu
Kerusakan bahan pangan dan upaya memperpanjang daya
simpan pangan dan produknya dapat dilakukan dengan teknologi pengawetan. Upaya
ini dilakukan ketika suatu bahan pangan diproduksi berlimpah, misal saat panen
raya maupun ketika bahan pangan mudah rusak. Pengawetan juga dapat dilakukan
pada bahan hasil samping produksi suatu pangan seperti bekatul, limbah tahu,
limbah tempe, kulit pisang dan sebagainya. Teknologi pengawetan dibedakan
menjadi: teknologi sederhana (subsistence technology), teknologi
menengah (intermediate technology) dan teknologi maju (advanced
technology) (FG Winarno, 1993). Indonesia telah beratus tahun lalu mengenal
teknologi sederhana di bidang pangan, yaitu: pengasapan, pengeringan dan
penggaraman.
Teknologi pengawetan dapat diterapkan pada tahu dan
limbahnya, yaitu:
1)
Pembekuan, yaitu penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku untuk
mempertahankan kualitas dan memperbaiki penampilan makanan. Suhu pembekuan yang
digunakan adalah -24 sampai -40 derajat celcius.
2)
Pengeringan, yaitu suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
air dari suatu bahan melalui penggunaan energi panas baik alami (sinar
matahari) maupun buatan (cabinet dryer). Keuntungan pengeringan adalah
bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga
menguntungkan dalam penyimpanan, pengepakan dan tranportasi.
3)
Fermentasi, yaitu teknologi pengolahan menggunakan bantuan bahan lain berupa
mikroorganisme baik jamur maupun bakteri. Pangan hasil fermentasi telah
memiliki sifat yang berbeda dengan bahan asalnya dan hal ini menguntungkan
karena meningkatkan beberapa zat gizi dan zat bermanfaat lain. Di Indonesia,
fermentasi telah lama dilakukan dalam pembuatan tempe, kecap, tauco, ikan
pindang dan tape.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar